Tsunotsuki adalah acara tradisional Jepang
dengan sejarah ribuan tahun yang berdasarkan filosofi agama Shinto.
Berbeda dengan pertarungan klasik banteng melawan matador yang biasa
kita lihat di Spanyol, Tsunotsuki mempertemukan dua ekor
banteng yang beratnya dapat mencapai satu ton untuk saling bertarung
agar dapat menentukan mana yang lebih kuat dan terampil.
Desa Yamakoshi yang berada di prefektur Niigata ini merupakan rumah bagi satu-satunya warisan stadion terdaftar untuk Tsunotsuki. Tradisi yang sudah lama berdiri sejak zaman Edo ini merupakan aset budaya dan telah ditetapkan menjadi “National Important Intangible Folk Cultural Properties” oleh pemerintah Jepang.
Dilansir dari beberapa media sumber, Tsunotsuki
telah diberikan status ritual keagamaan Shinto sebagai bentuk dedikasi
untuk kuil desa dan dikenal sebagai adu banteng yang tidak menentukan
menang atau kalah. Pertarungan dianggap sebagai ujian semangat juang
banteng. Terlepas dari semua itu, kunci dari Tsunotsuki adalah
bagaimana menjadikan sebuah pertandingan berakhir imbang saat salah satu
banteng sudah mulai unjuk kekuatan atau ketika gerakan mereka terhenti.
Jalannya pertandingan diawasi oleh para pria yang disebut “Seko“. Saat pertarungan sudah tampak harus dihentikan, master Seko
menginstruksikan yang lain untuk beraksi. Mereka akan menarik kedua
banteng secara terpisah dengan menggunakan tali yang diikat di kaki
belakang dan melalui hidung yang merupakan titik lemah banteng.
Kemudian, mereka menuntun banteng untuk menenangkan diri sementara para
penonton bertepuk tangan. Penting untuk dicatat bahwa jika salah satu
banteng terluka atau terjatuh itu dianggap sebagai kerugian besar.
Acara
tradisional ini biasanya diadakan pada bulan Mei dan November. Tertarik
untuk menyaksikan secara langsung? Yuk, simak dulu video di bawah ini
biar gak penasaran!
- theadventurehandbook.com
- japan-nishikigoi.org
- japanesestation.com
0 comments:
Post a Comment