Festival Owara Kaze no Bon merupakan tarian untuk berdoa kepada Dewa agar dihindari oleh bencana angin topan sehingga mereka dapat memanen padi dengan hasil yang melimpah. Penari pada festival Owara Kaze no Bon adalah laki-laki dan perempuan. Mereka mengenakan Yukata dan Topi yang menutupi wajah.
Pusta Studi Bahasa Jepang
Banyak siswa sma yang berminat kuliah di jurusan bahasa Jepang learn more....
Himade Goes to Brawijaya University
Pada Jum'at 27 Mei lalu, HIMADE S1 melaksanakan studi banding ke Fakultas Ilmu Budaya jurusan Sastra Jepang Universitas Brawijaya, selain saling memperkenalkan himpunan mahasiswanya juga saling mengenalkan struktur organisasi yang ada di HIMADE maupun HMJ UB.
Festival Fuji Shibazakura
Acara tahunan Fuji Shibazakura Festival yang menampilkan bunga Shibazakura (Moss Phlox) berwarna-warni dengan latar Gunung Fuji telah dimulai sejak hari Selasa yang lalu dan menarik para pengunjung yang mengaguminya. Festival yang diadakan di Prefektur Yamanashi
Festival Kaze Bon
Merupakan festival trasional yang diadakan setiap tahun dari tanggal 1 hingga 3 September di Yatsuo, Toyama. Pada saat festival berlangsung, Yatsuo, desa kecil dan tenang yang berada di tengah-tengah gunung dihiasi oleh ribuan lentera kertas.
Festival Sichi Go San
Salah satu hari libur tradisional Jepang, Shichi-Go-San, telah dilangsungkan pada tanggal 15 November lalu. Sesuai namanya, angka 3, 5, dan 7 memiliki kaitan dengan perayaan ini. Mari kita mengenal lebih lanjut seperti apakah perayaan Shichi-Go-San tersebut.
Wednesday, 4 November 2015
Festival Kaze no Bon
Festival Owara Kaze no Bon merupakan tarian untuk berdoa kepada Dewa agar dihindari oleh bencana angin topan sehingga mereka dapat memanen padi dengan hasil yang melimpah. Penari pada festival Owara Kaze no Bon adalah laki-laki dan perempuan. Mereka mengenakan Yukata dan Topi yang menutupi wajah.
Festival Sichi Go San
Dipercaya telah dimulai sejak periode Heian (tahun 794 hingga 1185), Shichi-Go-San merayakan perkembangan anak-anak Jepang. Orang tua merayakan usia anak-anak mereka saat mencapai angka 3, 5, dan 7 tahun pada tanggal 15 November. Tahun berlalu, dan tradisi ini masih dilakukan oleh anak-anak jaman sekarang, anak-anak mencukur rambut mereka ketika menjelang usia 3 tahun dan setelahnya rambut boleh dibiarkan tumbuh. Anak laki-laki yang mencapai usia 5 tahun akan mengenakan hakama untuk pertama kalinya, yang biasanya digunakan pada acara resmi seperti upacara tradisional. Dan ketika seorang gadis muda mencapai usia 7 tahun, dia merayakannya dengan mengenakan pakaian tradisional pertamanya “obi”.
Ilustrasi dari permen tersebut biasanya menampilkan bangau dan kura-kura yang melambangkan umur panjang, dan pembungkusnya sendiri biasanya juga bisa dimakan karena dibuat dari rice paper yang kerap dikira sebagai plastik biasa.
Salah satu destinasi Shichi-go-san yang paling populer di Tokyo adalah Hie Shrine di Akasaka. Kuil ini telah dikunjungi lebih dari 2000 kali oleh keluarga yang merayakan pertumbuhan anak-anaknya sejak periode Edo.
Sumber : http://japanesestation.com/mengenal-perayaan-shichi-go-san-untuk-anak-anak-di-jepang/
Festival Lentera Yamaga Toro
Seragam Sekolah di Jepang
Umumnya, orang Jepang mulai mengenakan seragam sekolah sejak masih TK. Namun uniknya, ketika memasuki sekolah dasar atau SD, mereka tidak diwajibkan untuk mengenakan seragam dan boleh mengenakan pakaian bebas. Kemudian memasuki tingkat SMP dan SMA, baru mereka diwajibkan lagi untuk mengenakan seragam sekolah.
Nebuta Matsuri
Perayaan Tango No sekku
Thursday, 29 October 2015
Hina Matsuri
Hina Matsuri adalah suatu perayaan untuk memperingati “Girls ‘Day” pada tanggal 3 Maret. Pada hari itu, keluarga berdoa untuk kebahagiaan masa depan dan kesejahteraan anak perempuan mereka dengan menampilkan “hina-ningyo” dan bunga persik.
Kebiasaan ini berawal pada periode Heian (794-1185). Banyak orang yang percaya bahwa boneka bisa berkorban demi pemiliknya. Hina Matsuri berasal dari kebiasaan Jepang,dimana jerami atau kertas boneka Hina ditempatkan dalam perahu yang dibawa menyusuri sungai ke laut (berharap bisa membuang nasib buruk).
Saat ini, banyak rumah yang menampilkan boneka Hina, menandakan bahwa pemilik rumah memiliki anak perempuan. Penyusunan boneka Hina berbeda berdasarkan wilayah, namun pada umumnya tersusun lima atau tujuh tingkat dan beralaskan karpet merah.
Boneka Hina mengenakan kimono periode Heian yang dilengkapi dengan aksesoris cantik. Pada posisi teratas, terdapat kaisar dan permaisuri yang ditempatkan dengan layar berlapis emas di belakang mereka. Di tingkat kedua terdapat dayang tiga (“san-nin Kanjo”) yang membawa sake. Di tingkat ketiga terdapat boneka hina lima musisi (“gonin-bayashi”). Ditingkat keempat terdapat dua menteri (“udaijin” dan “sadaijin”). Pada tingkat kelima, tiga pelayan yang berdiri sebagai pelindung kaisar dan permaisuri. Di tingkat keenam, tersimpan peti untuk menyimpan kimono, laci, cermin berdiri dan set teh untuk upacara. Posisi bagian terbawah, tepatnya pada lapisan ketujuh terdapat boneka Hina yang memegang kotak makanan divernis, tandu dan sebuah kereta yang ditarik sapi.
Para keluarga berpendapat bahwa memajang boneka Hina pada bulan Februari adalah hal yang lebih baik dan menyimpannya sesegera mungkin setelah festival usai karena diyakini bahwa meninggalkan boneka tetap terpajang setelah tanggal 4 Maret bisa menyebabkan anak-anak perempuan mereka terlambat menikah.
Pada festival ini, para keluarga memiliki kebiasaan memakan “chirashi-Zushi” (sushi yang disebar) dan “sakura-mochi” yaitu cemilan yang terbuat dari tepung beras, pasta kacang manis dan daun ceri asin. “Hina-arare,” adalah kerupuk beras berwarna yang dibumbui dengan gula. Ada pula minuman pendampingnya, yaitu “shirozake,” yang terbuat dari beras yang difermentasi.
Pada saat merayakan Matsuri Hina, para keluarga juga menyanyikan sebuah lagu yang terkenal, “Mari kita menyalakan lentera, mari kita mengatur bunga persik.”
Sumber : http://tensai-indonesia.com/perayaan-hina-matsuri-di-jepang/
Thursday, 8 October 2015
OKONOMIYAKI
sumber : shiroi-water.blogspot.com |